Saya
baru beli bukunya.
Beberapa kali pergi ke toko buku,
saya selalu menunda membelinya dan malah membeli buku yang lain. Dan akhirnya saya beli juga! Yeah! :D Saya
ceritakan sedikit tentang buku ini ya. Buku
ini menceritakan para Pengajar Muda lulusan berbagai Universitas di Indonesia
yang setahun penuh pergi ke daerah terpencil untuk melakukan program mengajar. Indonesia Mengajar ini didirikan oleh Anies
Baswedan yang merupakan rector di salah satu Universitas swasta di Jakarta. Para Pengajar Muda ini tidak hanya mengajar
tetapi juga harus membaur dalam kehidupan tempat mereka bermukim selama setahun. Sehingga buku ini tidak hanya berisi cerita
tentang suka duka mengajar anak-anak di daerah terpencil tetapi juga bagaimana
mereka menjalani hidup yang memiliki perbedaan budaya dengan mereka.
Awal saya tahu tentang Indonesia Mengajar saat
rumpi-rumpi cantik dengan beberapa teman saya yang sudah lebih dulu jadi
sarjana. Pertanyaan klise ketika tahu teman sudah jadi
sarjana, “mau
kerja apa? kerja dimana? Sudah lamar-lamar kerjaan?”. Beberapa
jawabannya juga terkadang klise,
“yah
coba-coba dulu yang penting dapet kerjaan.” Tapi
berbeda dengan satu teman saya yang mencoba hal lain setelah lulus. Menjadi
guru. Lalu
berceritalah ia tentang Indonesia Mengajar. Dari cerita yang saya tangkap, Indonesia Mengajar tidak akan jauh berbeda
dengan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa (KKNM) kampus saya. Pergi
ke desa dan mengajar. Tapi setelah saya baca bukunya, ternyata ini bukan sekedar KKNM seperti yang
saya lakukan (yang jatuhnya malah jadi kayak liburan ketimbang mengabdi pada
masyarakat,
hehe). Dari cerita yang saya baca, dibutuhkan tekad dan komitmen yang cukup
kuat untuk mengajar. Karena yang
diajarnya bukanlah anak-anak biasa. yah. .mungkin sama seperti anak Indonesia lainnya. Yang membedakannya adalah kesempatan dan
kondisi daerah mereka. Kebayang
nggak sih kalau kita harus tinggal setahun penuh (program Indonesia Mengajar
ini dilakukan 1 tahun) di daerah yang (biasanya) terpencil, tidak
ada listrik,
susah akses dan susah sinyal. Bagi saya yang
tinggal di daerah perkotaan rasanya sulit membayangkan bagaimana saya hidup di
tempat seperti itu. Untuk pergi mengajar saja mereka harus
berjalan kaki. Belum lagi jika hujan. Beberapa daerah semakin sulit diakses jika
hujan datang. Oh my God! Saya jadi berpikir, sanggup nggak ya saya hidup seperti itu?
Mungkin
itu juga yang sempat terbersit di pikiran para Pengajar Muda. Tapi nyatanya mereka mampu. Mereka
bisa menaklukan itu semua. Malah
kondisi itu sepertinya dikesampingkan,
mengingat apa tujuan mereka disana. Dan pada
Pengajar Muda itu bercerita tentang kegiatan mengajar mereka disana. Suka
dukanya mengajar anak-anak pedalaman. Bagaimana mereka berusaha untuk membangun
motivasi belajar anak-anak tersebut. Mengajarkan mereka untuk punya cita-cita dan
berani untuk mencapainya. Dan dari cerita-cerita mereka saya pun
terhenyak. “seperti ini ya potret pendidikan Indonesia
sesungguhnya?” Disaat banyak sekolah punya predikat “standar Nasional” atau “standar
Internasional” sekalipun,
ternyata masih banyak sekolah yang punya 3 ruang kelas saja sudah syukur. Tapi saya suka dengan optimism eyang
dituliskan oleh Rahmat Danu Andika pada buku tersebut dalam judul “Hardiknas
(Pendidikan vs Keterpencilan)” . Rahmat berusaha untuk optimis bahwa walaupun terlalu kompleks untuk
mengatasi permasalahan ini (dari sistemnya sampai birokrasinya) tapi (masih)
banyak pula yang berjuang untuk menuntaskan permasalah pendidikan. Dan
ia bilang,
kita tidak bisa hanya menutup mata dan melimpahkan semuanya pada pemerintah. Tahu sendiri ya pemerintah kita seperti apa?
*skeptis* Seperti yang dikatakan pula oleh Anies Baswedan, pediri Indonesia Mengajar, “mendidik adalah tanggung
jawab setiap orang terdidik”. Dan kita
masih mau tetap menutup mata?
“Mereka mendapat kehormatan untuk melunasi sebuah
janji kemerdekaan: mencerdaskan kehidupan bangsa” –Anies Baswedan
Regrads,
Liris Kinasih
1 comment:
aaahhhh aku belum sempet aja nih beli buku ini ><
Post a Comment